Membakar
kembali semangat kader-kader komfis:
Bakat,
Intelektual, Islam
Oleh Rahmatun
Nazilah
HMI sebagai organisasi besar dan berpengaruh di
Jember menghasilkan para cendekiawan muslim yang memberi sumbangsih pemikiran
terhadap permasalahan keumatan dan kebangsaan. Diskursus tentang HMI sejak
berdiri hingga sekarang tidak pernah berhenti, ada yang mengagungkan hingga
setinggi langit dan ada yang membenamkan hingga keperosok jurang terdalam. Terbukti
dengan beraneka ragamnya kader-kader Hmi yang terbentuk. Dari yang sangat cinta
akan HMI, acuh tak acuh dan menganggap HMI sebagai pelabuhan kedua setelah
rumah dan teman-teman mereka.HMI KOMFIS sangat terkenal dikalangan jember dan
memiliki brand yang bagus. Dari pengurus hingga kader-kadernya yang terlibat didalam
berbagai kegiatan.
Peningkatan kemampuan dalam mengasah intelektual
sangat digenjot di komfis dengan berbagai cara seperti diskusi, diwajibkan membaca
buku yang kita sukai, sharing, debate dan percakapan kecil-kecilan. Kegiatan
turun temurun seperti ini sangat rutin dilakukan di rumah kami, KOMFIS. Dalam
seminggu terkadang 3-4 diskusi diadakan dengan berbagai tema. Apapun yang
dilakukan oleh KOMFIS baik secara organisasi maupun individu selalu menjadi
pusat perhatian di kampus dan lingkungan sekitar kita. Jadi tak heran jika
kader-kader KOMFIS menjadi primadona dibidangnya.
Meskipun sampai saat ini KOMFIS masih eksis sebagai
organisasi berbasis keislaman dan keindonesiaan, ternyata banyak sekali
persoalan yang tengah dihadapi baik dari internal sendiri maupun dari
eksternal. Maka jika diibaratkan seorang anak manusia yang berusia sekitar 67 tahun
tentunya sudah menjadi seorang kakek atau nenek yang didalam tubuhnya sedang
bersarang berbagai penyakit. Tentu saja agar tidak segera ajal menjemputnya harus dilakukan
diagnosa untuk melakukan pengobatan dan treatment terhadapnya.[1] Sebagai
awal perjuangan, kader-kader KOMFIS harus
melakukan refleksi dan evaluasi terhadap perjalanan HMI. Bahkan kader
perlu melakukan otokritik terhadap HMI agar bisa terus survive dalam kondisi
kontemporer ini dan dapat mengemban Mission HMI saat berkiprah di KOMFIS.
Diagnosa kondisi HMI komfis hari ini:
Prof. Agussalim Sitompul sebagai pakar sejarah HMI
telah mendiagnosa kemunduran HMI secara komprehensif dalam bukunya 44 indikator
kemunduran HMI.[2]
Melihat keadaan komfis saat ini mengalami kelesuan yang dipengaruhi oleh
interaksi sosial. HMI sebagai organisasi kemahasiswaan dan keislaman kini telah
mngindahkan nilai-nilai yang telah menjadi pedoman HMI yaitu Nilai Dasar
Perjuangan atau NDP. Sehingga dalam menjalankan mission HMI masih terjadi
timpang tindih antar kader yang satu dengan kader yang lainnya. Terdapat
beberapa permasalahan yang dihadapi komfis saat ini diantaranya adalah,
Memudarnya komitmen keislaman
kader-kader komfis.
HMI komfis mulai menghilangkan jatidirinya sebagai
organisasi keislaman. Bagaimana tidak, dalam praktek keseharian ada yang
meninggalkan shalat bahkan ada yang tidak shalat. Ditambah lagi semua kegiatan
yang diadakan oleh pengurus lebih menekankan pada peningkatan intelektual saja.
Acara-acara seperti ngaji bersama, diskusi keislaman, dan shalat berjamaah
mulai sirna. Banyak kader-kader komfis yang backgroundnya
dari keluarga islam merasa komfis tidak sesuai dengan yang digembar-gemborkan
sebelum menjadi kader, sehingga mereka merasa enggan untuk berkontribusi di
komfis. Sebenarnya kalau kader mau menghayati dan berkomitmen melakukan semua
treatment untuk memperbaiki muka komfis telah tergambar dengan jelas dalam 5
kualitas insan cita HMI.
Kualitas insan cita HMI merupakan dunia cita yang terwujud oleh HMI di dalam pribadi seorang manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusian.[3] kalau seperti ini terus maka tidak heran kalau nanti HMI komfis menjadi organisasi yang hanya mampu bertahan di pinggiran (Pherifery). Saat ini kader komfis dituntut untuk tidak berlindung dibalik jubah eksistensi kebesaran seniornya melainkan menciptakan kader-kader yang bisa eksis seperti seniornya agar HMI tidak lagi dikatakan kehilangan kritisismenya, tuli terhadap memory of future (cita-cita masa depan) dan mengambil sikap resists to change (menolak perubahan).[4]
Kualitas insan cita HMI merupakan dunia cita yang terwujud oleh HMI di dalam pribadi seorang manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusian.[3] kalau seperti ini terus maka tidak heran kalau nanti HMI komfis menjadi organisasi yang hanya mampu bertahan di pinggiran (Pherifery). Saat ini kader komfis dituntut untuk tidak berlindung dibalik jubah eksistensi kebesaran seniornya melainkan menciptakan kader-kader yang bisa eksis seperti seniornya agar HMI tidak lagi dikatakan kehilangan kritisismenya, tuli terhadap memory of future (cita-cita masa depan) dan mengambil sikap resists to change (menolak perubahan).[4]
Kapasitas intelektual tergeser oleh
politic orientied
Suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri lagi yaitu
persoalan pengkaderan KOMFIS tidak lagi
dapat mengakar di kampus bahkan lebih ekstrim tidak diminati oleh mahasiswa
karena munculnya wajah pragmatis dan hedonis. Keterlibatan kader komfis di
kampus sangat minim sebagai contoh hanya satu Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ)
yang dipimpin oleh kader komfis yaitu HIMAHI, dari 5 HMJ dan 8 Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) di Fakultas. Kampus seharusnya menjadi tempat dimana HMI berada
dan merupakan tempat central paling vital. Tapi, kader bagi HMI baik secara
kualitas dan kuantitas merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar.
Persoalan minimnya tingkat rekruitmen perkaderan dikampus disebabkan karena
praktisi HMI cenderung politic oriented. Kader-kader
komfis lebih senang berbincang bagaimana menguasai struktur pemerintahan
mahasiswa ketimbang mendobrak kebekuan sistem perkuliahan di kampus. Para
pengurus selalu mempresure kader-kader baru untuk merebut kekuasaan di berbagai
lini bukan mendorong para kader baru untuk berkarya dan berprestasi. Sampai sat
ini komfis masih belum punya treatment
yang jelas untuk meningkatkan kualitas intelektual kader agar dapat mengemban mission HMI secara utuh dan dapat
menyesuaikan dengan kondisi yang ada saat ini.
Tantangan Komfis
Komfis dalam mengrekrut kader mengalami banyak
pergolakan, dimana terdapat beraneka ragam kepribadian yang harus dipenuhi
kebutuhannya agar bisa membuat kader tergugah untuk berkontribusi di komfis. Dengan
demikian maka tantangan tersendiri bagi komfis untuk membangun karakter kader
yang kompatibel dan mampu bersaing dengan perubahan zaman. Tak terlepas dari eadaan
sosial kampus yang secara tidak langsung telah menggeser keberadaan HMI karena
kurang kualitasnya kader saat ini menjadi tantangan yang harus diselesaikan
dengan cepat dan tepat. Kemampuan intelektual kader-kader komfis yang semakin
surut karena masalah sosial atau belum mengetahui arah kemana yang harus dituju
dan keterlibatan semua kader komfis dalam berbagai acara yang semakin lama
mlempem tak tentu arahnya. Serta gagasan keislaman yang kini hanya menjadi
simbol semata.
Dobrakan Baru
Permasalahan
dan tantangan komfis saat ini perlu disikapi dengan baik dan bijaksana.
Menghilangnya tradisi HMI dan punahnya kader-kader yang berintelektual tinggi
serta menjunjung keislaman perlu dibenahi dengan terobosan baru. Akan tetapi dalam mewujudkan kader komfis
yang sesuai dengan tujuan HMI yaitu terbinanya insan akademis, pencipta,
pengabdi yang bernafaskan islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya
masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT, perlu adanya langkah strategis
agar tujuan tersebut dapat tercapai dengan maksimal. Terdapat beberapa
pemikiran baru yang ingin penulis sumbangkan untuk peningkatan kader komfis
yang berkualitas secara individu maupun organisasi diantaranya yaitu,
Meningkatkan solidaritas sesama kader melalui
program-program komisariat secara informal maupun nonformal untuk meningkatkan
intensitas interaksi sesama kader. Seperti halnya, ngaji bersama yang dilakukan
secara rutin, diskusi yang bergiliran oleh semua kader komfis, kunjungan ke
rumah kader sekaligus jalan-jalan, dan kunjungan ke alumni untuk menjalin
silaturrahmi dan meningkatkan gairah kader untuk mencapai goalnya dalam hidup, serta
proses perkaderan yang dipikir secara matang bukan arena culik-menculik ataupun
penipuan terhadap calon kader. Karena proses perkaderan merupakan jantung
organisasi. Terdapat pepatah mengatakan “Tiada Solidaritas tanpa interaksi,
tiada interaksi tanpa solidaritas”.[5] Dengan demikian akan terbentuk hubungan
secara horizontal, mewujudkan islam sebagai rahmatan
lil’alamin. ketika satu bagian tubuh ada yang luka, yang lain akan ikut
merasakan dan mengobatinya. Semua yang ada dalam komfis sudah menjadi milik
bersama. Hal ini juga jelas diterangkan dalam surat Ash-Shaffat ayat 4
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berjuang di jalan-Nya dalam
barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun
kokoh”.[6]
Kader-kader komfis juga harus “melek informasi”
sehingga tidak tertinggal dengan arus globalisasi. Melek informasi berlaku
untuk berbagai bidang, karena keberagaman tidak dapat selalu ditarik garis
lurus. Kader-kader komfis dapat memperdalam pengetahuan yang diminatinya tanpa
mengindahkan kewajiban akan informasi perkuliatan. Seperti kader yang hobby di
musik, badminton, melukis, futsal, dll dapat mengikuti perkembangannya.
Sehingga kader yang tidak suka dengan masalah perpolitikan tidak lantas
menciutkan diri, melainkan pindah pada zona yang diminati dan sesekali harus
mencoba untuk keluar dari zona sendiri untuk menyamakan diri dengan perubahan
yanga ada.
Para pengurus harus menyeimbangkan presure pengetahuan politik dan
intelektual agar kader-kader komfis tidak lagi menatap dari satu kacamata saja.
Keterlibatan kader-kader komfis akan bergairah ketika program yang dibuat jenius
dan sesuai dengan kebutuhan individu secara berkala. Seperti halnya, acara
diskusi yang dilakukan komisariat tidak melulu mengenai politik, tapi mengenai
transnasionalisme budaya, pengaruh olahraga ataupun musik dalam meningkatkan
peran HMI, dan masih banyak lagi. Kader-kader komfis yang tidak suka ataupun
kurang minat dengan acara komfis yang diadakan oleh pengurus dapat bersikap
kritis dan memberikan inovasi baru agar tidak terjadi tumpang tindih kebutuhan.
Karena kader yang kritis dan inovatif ekspentasi dari orientasi training. Sehingga seluruh kader komfis
dapat berkembang sesuai dengan bakat masing-masing dan dengan tekanan yang
benar-benar ganas untuk menciptakan kader berkualitas tinggi.
Membangun nilai-nilai dasar perjuangan (NDP) yang
merupakan konsepsi teoritis setiap kader untuk menjalani rutinitasnya sebagai
insan intelektual. Karena pemahaman secara utuh terhadapa NDP sangat
berpengaruh secara praktis bagi tingkah laku kader. Pemaknaan akan dasar
perjuangan tersebut memberikan konstribusi besar akan implementasi tujun HMI
ditengah pergolakan zaman yang telah mempengaruhi paradigma mahasiswa dan
masyarakat. Jadi sudah selayaknya HMI komfis saat ini tampil beda di tengah
krusial masalah penurunan kualitas HMI komfis diberbagai lini kehidupan dengan
berpegang teguh pada Alquran dan hadist. Marilah kita kembali merenung,
bermuhasabah apa tujuan kita berorganisasi HMI, sudah pantaskah selama ini kita
menjadi seorang muslim dan kontribusi apa yang telah kita berikan pada HMI
komfis dalam meningkatkan kualitas kita sebagai kader. Hidup hanya sekali, jika
tidak berkah di dunia akhirat bakal susah. Yakin Usaha Sampai, tanamkan dalam
jiwa dan resapi. Maka kalian akan menemukan makna tersendiri dari tika kata
ini.
“Dalam liku-likunya himpunan ini, kita masuk kedalamnya. Dia masuk dalam diri kita, kita cinta. Karena itu kita bisa mencipta”.[7]
“Dalam liku-likunya himpunan ini, kita masuk kedalamnya. Dia masuk dalam diri kita, kita cinta. Karena itu kita bisa mencipta”.[7]
[1]
Yazid, Abu bustami, 2014, HMI Masih Ada
:Refleksi Para Kader, Depok:Layar Terkembang hal 70
[2]
Muslim,intelektual, profesional sebuah kado milad Hmi ke-60 oleh rizky Wahyudi http://lapmi.wordpress.com/2008/02/05/muslim-intelektual-profesional/
[3] Badan
pengelola Latian himpunan mahasiswa islam (BPL-HMI), 2013, Hand Out Basic Training, Jember hal 14
[4]
Reposisi HMI dalam konteks kekinian oleh Eka Nada Shofa Alkahar.
http://www.pelita.or.id/baca.php?id=64270
[5]
Renovasi HMI di Usia 65 oleh rifki.
http://kalikisantan.wordpress.com/2012/02/15/renovasi-hmi-di-usia-65/
[6]
Alquran surat Ash-Shaf 61:4
[7]
Djohan Effendi dan Ismed Natsir,2012, Pergolakan
Pemikiran Islam: catatan Harian Ahmad Wahib,Jakarta: Democracy Project
Yayasan Abad Demokrasi hal 20
0 komentar:
Posting Komentar