Kamis, 26 Februari 2015

Peran HMI menjawab tantangan. HMI Komisariat Fisipol Universitas Jember



Membakar kembali semangat kader-kader komfis:
Bakat, Intelektual, Islam
Oleh Rahmatun Nazilah
             HMI sebagai organisasi besar dan berpengaruh di Jember menghasilkan para cendekiawan muslim yang memberi sumbangsih pemikiran terhadap permasalahan keumatan dan kebangsaan. Diskursus tentang HMI sejak berdiri hingga sekarang tidak pernah berhenti, ada yang mengagungkan hingga setinggi langit dan ada yang membenamkan hingga keperosok jurang terdalam. Terbukti dengan beraneka ragamnya kader-kader Hmi yang terbentuk. Dari yang sangat cinta akan HMI, acuh tak acuh dan menganggap HMI sebagai pelabuhan kedua setelah rumah dan teman-teman mereka.HMI KOMFIS sangat terkenal dikalangan jember dan memiliki brand yang bagus. Dari pengurus hingga kader-kadernya yang terlibat didalam berbagai kegiatan.
             Peningkatan kemampuan dalam mengasah intelektual sangat digenjot di komfis dengan berbagai cara seperti diskusi, diwajibkan membaca buku yang kita sukai, sharing, debate dan percakapan kecil-kecilan. Kegiatan turun temurun seperti ini sangat rutin dilakukan di rumah kami, KOMFIS. Dalam seminggu terkadang 3-4 diskusi diadakan dengan berbagai tema. Apapun yang dilakukan oleh KOMFIS baik secara organisasi maupun individu selalu menjadi pusat perhatian di kampus dan lingkungan sekitar kita. Jadi tak heran jika kader-kader KOMFIS menjadi primadona dibidangnya.
              Meskipun sampai saat ini KOMFIS masih eksis sebagai organisasi berbasis keislaman dan keindonesiaan, ternyata banyak sekali persoalan yang tengah dihadapi baik dari internal sendiri maupun dari eksternal. Maka jika diibaratkan seorang anak manusia yang berusia sekitar 67 tahun tentunya sudah menjadi seorang kakek atau nenek yang didalam tubuhnya sedang bersarang berbagai penyakit. Tentu saja agar tidak  segera ajal menjemputnya harus dilakukan diagnosa untuk melakukan pengobatan dan treatment terhadapnya.[1] Sebagai awal perjuangan, kader-kader KOMFIS harus  melakukan refleksi dan evaluasi terhadap perjalanan HMI. Bahkan kader perlu melakukan otokritik terhadap HMI agar bisa terus survive dalam kondisi kontemporer ini dan dapat mengemban Mission HMI saat berkiprah di KOMFIS.

Diagnosa kondisi HMI komfis hari ini:
Prof. Agussalim Sitompul sebagai pakar sejarah HMI telah mendiagnosa kemunduran HMI secara komprehensif dalam bukunya 44 indikator kemunduran HMI.[2] Melihat keadaan komfis saat ini mengalami kelesuan yang dipengaruhi oleh interaksi sosial. HMI sebagai organisasi kemahasiswaan dan keislaman kini telah mngindahkan nilai-nilai yang telah menjadi pedoman HMI yaitu Nilai Dasar Perjuangan atau NDP. Sehingga dalam menjalankan mission HMI masih terjadi timpang tindih antar kader yang satu dengan kader yang lainnya. Terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi komfis saat ini diantaranya adalah,
Memudarnya komitmen keislaman kader-kader komfis.
            HMI komfis mulai menghilangkan jatidirinya sebagai organisasi keislaman. Bagaimana tidak, dalam praktek keseharian ada yang meninggalkan shalat bahkan ada yang tidak shalat. Ditambah lagi semua kegiatan yang diadakan oleh pengurus lebih menekankan pada peningkatan intelektual saja. Acara-acara seperti ngaji bersama, diskusi keislaman, dan shalat berjamaah mulai sirna. Banyak kader-kader komfis yang backgroundnya dari keluarga islam merasa komfis tidak sesuai dengan yang digembar-gemborkan sebelum menjadi kader, sehingga mereka merasa enggan untuk berkontribusi di komfis. Sebenarnya kalau kader mau menghayati dan berkomitmen melakukan semua treatment untuk memperbaiki muka komfis telah tergambar dengan jelas dalam 5 kualitas insan cita HMI.      
              Kualitas insan cita HMI merupakan dunia cita yang terwujud oleh HMI di dalam pribadi seorang manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusian.[3] kalau seperti ini terus maka tidak heran kalau nanti HMI komfis  menjadi organisasi yang hanya mampu bertahan di pinggiran (Pherifery). Saat ini kader komfis dituntut untuk tidak berlindung dibalik jubah eksistensi kebesaran seniornya melainkan menciptakan kader-kader yang bisa eksis seperti seniornya agar HMI tidak lagi dikatakan kehilangan kritisismenya, tuli terhadap memory of future (cita-cita masa depan) dan mengambil sikap resists to change (menolak perubahan).[4]

Kapasitas intelektual tergeser oleh politic orientied
          Suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri lagi yaitu persoalan pengkaderan KOMFIS  tidak lagi dapat mengakar di kampus bahkan lebih ekstrim tidak diminati oleh mahasiswa karena munculnya wajah pragmatis dan hedonis. Keterlibatan kader komfis di kampus sangat minim sebagai contoh hanya satu Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) yang dipimpin oleh kader komfis yaitu HIMAHI, dari 5 HMJ dan 8 Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di Fakultas. Kampus seharusnya menjadi tempat dimana HMI berada dan merupakan tempat central paling vital. Tapi, kader bagi HMI baik secara kualitas dan kuantitas merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar. Persoalan minimnya tingkat rekruitmen perkaderan dikampus disebabkan karena praktisi HMI cenderung politic oriented. Kader-kader komfis lebih senang berbincang bagaimana menguasai struktur pemerintahan mahasiswa ketimbang mendobrak kebekuan sistem perkuliahan di kampus. Para pengurus selalu mempresure kader-kader baru untuk merebut kekuasaan di berbagai lini bukan mendorong para kader baru untuk berkarya dan berprestasi. Sampai sat ini komfis masih belum punya treatment yang jelas untuk meningkatkan kualitas intelektual kader agar dapat mengemban mission HMI secara utuh dan dapat menyesuaikan dengan kondisi yang ada saat ini.

Tantangan Komfis
            Komfis dalam mengrekrut kader mengalami banyak pergolakan, dimana terdapat beraneka ragam kepribadian yang harus dipenuhi kebutuhannya agar bisa membuat kader tergugah untuk berkontribusi di komfis. Dengan demikian maka tantangan tersendiri bagi komfis untuk membangun karakter kader yang kompatibel dan mampu bersaing dengan perubahan zaman. Tak terlepas dari eadaan sosial kampus yang secara tidak langsung telah menggeser keberadaan HMI karena kurang kualitasnya kader saat ini menjadi tantangan yang harus diselesaikan dengan cepat dan tepat. Kemampuan intelektual kader-kader komfis yang semakin surut karena masalah sosial atau belum mengetahui arah kemana yang harus dituju dan keterlibatan semua kader komfis dalam berbagai acara yang semakin lama mlempem tak tentu arahnya. Serta gagasan keislaman yang kini hanya menjadi simbol semata. 
Dobrakan Baru
            Permasalahan dan tantangan komfis saat ini perlu disikapi dengan baik dan bijaksana. Menghilangnya tradisi HMI dan punahnya kader-kader yang berintelektual tinggi serta menjunjung keislaman perlu dibenahi dengan terobosan baru.  Akan tetapi dalam mewujudkan kader komfis yang sesuai dengan tujuan HMI yaitu terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT, perlu adanya langkah strategis agar tujuan tersebut dapat tercapai dengan maksimal. Terdapat beberapa pemikiran baru yang ingin penulis sumbangkan untuk peningkatan kader komfis yang berkualitas secara individu maupun organisasi diantaranya yaitu,
              Meningkatkan solidaritas sesama kader melalui program-program komisariat secara informal maupun nonformal untuk meningkatkan intensitas interaksi sesama kader. Seperti halnya, ngaji bersama yang dilakukan secara rutin, diskusi yang bergiliran oleh semua kader komfis, kunjungan ke rumah kader sekaligus jalan-jalan, dan kunjungan ke alumni untuk menjalin silaturrahmi dan meningkatkan gairah kader untuk mencapai goalnya dalam hidup, serta proses perkaderan yang dipikir secara matang bukan arena culik-menculik ataupun penipuan terhadap calon kader. Karena proses perkaderan merupakan jantung organisasi. Terdapat pepatah mengatakan “Tiada Solidaritas tanpa interaksi, tiada interaksi tanpa solidaritas”.[5]  Dengan demikian akan terbentuk hubungan secara horizontal, mewujudkan islam sebagai rahmatan lil’alamin. ketika satu bagian tubuh ada yang luka, yang lain akan ikut merasakan dan mengobatinya. Semua yang ada dalam komfis sudah menjadi milik bersama. Hal ini juga jelas diterangkan dalam surat Ash-Shaffat ayat 4 “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berjuang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”.[6]
            Kader-kader komfis juga harus “melek informasi” sehingga tidak tertinggal dengan arus globalisasi. Melek informasi berlaku untuk berbagai bidang, karena keberagaman tidak dapat selalu ditarik garis lurus. Kader-kader komfis dapat memperdalam pengetahuan yang diminatinya tanpa mengindahkan kewajiban akan informasi perkuliatan. Seperti kader yang hobby di musik, badminton, melukis, futsal, dll dapat mengikuti perkembangannya. Sehingga kader yang tidak suka dengan masalah perpolitikan tidak lantas menciutkan diri, melainkan pindah pada zona yang diminati dan sesekali harus mencoba untuk keluar dari zona sendiri untuk menyamakan diri dengan perubahan yanga ada.
            Para pengurus harus menyeimbangkan presure pengetahuan politik dan intelektual agar kader-kader komfis tidak lagi menatap dari satu kacamata saja. Keterlibatan kader-kader komfis akan bergairah ketika program yang dibuat jenius dan sesuai dengan kebutuhan individu secara berkala. Seperti halnya, acara diskusi yang dilakukan komisariat tidak melulu mengenai politik, tapi mengenai transnasionalisme budaya, pengaruh olahraga ataupun musik dalam meningkatkan peran HMI, dan masih banyak lagi. Kader-kader komfis yang tidak suka ataupun kurang minat dengan acara komfis yang diadakan oleh pengurus dapat bersikap kritis dan memberikan inovasi baru agar tidak terjadi tumpang tindih kebutuhan. Karena kader yang kritis dan inovatif ekspentasi dari orientasi training. Sehingga seluruh kader komfis dapat berkembang sesuai dengan bakat masing-masing dan dengan tekanan yang benar-benar ganas untuk menciptakan kader berkualitas tinggi.
               Membangun nilai-nilai dasar perjuangan (NDP) yang merupakan konsepsi teoritis setiap kader untuk menjalani rutinitasnya sebagai insan intelektual. Karena pemahaman secara utuh terhadapa NDP sangat berpengaruh secara praktis bagi tingkah laku kader. Pemaknaan akan dasar perjuangan tersebut memberikan konstribusi besar akan implementasi tujun HMI ditengah pergolakan zaman yang telah mempengaruhi paradigma mahasiswa dan masyarakat. Jadi sudah selayaknya HMI komfis saat ini tampil beda di tengah krusial masalah penurunan kualitas HMI komfis diberbagai lini kehidupan dengan berpegang teguh pada Alquran dan hadist. Marilah kita kembali merenung, bermuhasabah apa tujuan kita berorganisasi HMI, sudah pantaskah selama ini kita menjadi seorang muslim dan kontribusi apa yang telah kita berikan pada HMI komfis dalam meningkatkan kualitas kita sebagai kader. Hidup hanya sekali, jika tidak berkah di dunia akhirat bakal susah. Yakin Usaha Sampai, tanamkan dalam jiwa dan resapi. Maka kalian akan menemukan makna tersendiri dari tika kata ini. 
Dalam liku-likunya himpunan ini, kita masuk kedalamnya. Dia masuk dalam diri kita, kita cinta. Karena itu kita bisa mencipta”.[7]


[1] Yazid, Abu bustami, 2014, HMI Masih Ada :Refleksi Para Kader, Depok:Layar Terkembang hal 70
[2] Muslim,intelektual, profesional sebuah kado milad Hmi ke-60 oleh rizky Wahyudi http://lapmi.wordpress.com/2008/02/05/muslim-intelektual-profesional/
[3] Badan pengelola Latian himpunan mahasiswa islam (BPL-HMI), 2013, Hand Out Basic Training, Jember hal 14
[4] Reposisi HMI dalam konteks kekinian oleh Eka Nada Shofa Alkahar. http://www.pelita.or.id/baca.php?id=64270
[5] Renovasi HMI di Usia 65 oleh rifki. http://kalikisantan.wordpress.com/2012/02/15/renovasi-hmi-di-usia-65/
[6] Alquran surat Ash-Shaf 61:4
[7] Djohan Effendi dan Ismed Natsir,2012, Pergolakan Pemikiran Islam: catatan Harian Ahmad Wahib,Jakarta: Democracy Project Yayasan Abad Demokrasi hal 20

0 komentar: