BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era kontemporer
ini di dalam hubungan internasional muncul berbagai masalah baru yang lebih
baik dan lebih mudah diselesaikan dengan cara membentuk suatu kerjasama antar
negara. Kerjasama tersebut dapat berupa kerjasama diplomatik , kerjasama politik
, kerjasama keamanan , kerjasama ekonomi , serta kerjasama dalam bidang sosial
budaya. Tentu kerjasama ini didasarkan pada kebutuhan masing – masing negara.
Kerjasama dalam berbagai bidang tersebut merupakan sebuah implementasi dari politik luar negeri suatu negara. Mengingat
bahwa Politik luar negeri adalah Kebijakan suatu negara berdaulat untuk
melakukan hubungan dengan negara lain serta dalam menyelenggarakan hubungan
luar negeri. Politik luar negeri suatu negara cenderung bersifat tetap dan juga
merupakan sebuah pola perilaku suatu negara dalam berhubungan dengan negara
lain ataupun hubungan internasional. Didalam sebuah kebijakan luar negeri suatu
negara terdapat strategi dan taktik yang digunakan dalam berhubungan dengan
negara lain guna memperjuangkan tujuan nasionalnya. Tujuan nasional suatu
negara merupakan gambaran dari kepentingan domestik negara tersebut yang
dikemas dalam bentuk politik luar negeri. Dengan kata lain dalam mencapai
tujuan nasionalnya suatu negara harus melakukan hubungan luar negeri. Hubungan
luar negeri adalah aktifitas internasional yang dilakukan oleh negara berdaulat
untuk mencapai tujuan nasionalnya. Didalam tujuan nasional terdapat kepentingan
domestik yang berusaha diangkat keluar untuk diperjuangkan sehingga kepentingan
tersebut dapat dicapai. Setiap negara yang berdaulat memiliki politik luar
negerinya masing – masing yang tujuannya tidak lain adalah untuk melakukan
hubungan antar negara guna mendapatkan kepentingan nasionalnya. Setiap negara
juga memiliki kepentingan nasional dengan spesifikasi dan bentuk yang berbeda ,
namun tidak menutup kemungkinan adanya kemiripan mengenai kepentingan nasional
dan biasanya negara – negara yang memiliki kemiripan kepentingan tersebut
bekerjasama dalam pencapaiannya , contoh konkritnya adalah kerjasama negara –
negara anggota ASEAN dalam menciptakan stabilitas keamanan dan kemudahan
bertransaksi perdagangan di kawasan Asia Tenggara.
Jack C Planoberpendapat bahwa Setiapnegara,
dalamentitasnya, menetapkankebijakan yang mengaturhubungannyadenganduniainternasional.[1]Kebijakantersebutsekaligusberfungsimenjelaskanketerlibatannyadalamisu-isuinternasional.Kebijakannegarabaikdomestikmaupuninternasionalselaludidasarkanpadausahamemeliharadanmewakilikepentingannasional. Benar
adanya mengenai pendapat Jack C Plano yang mengatakan seperti diatas , setiap
keberadaan suatu negara pastinya merancang suatu kebijakan yang bersumber pada
kepentingan nasionalnya serta sebagai acuan dalam menetapkan diri di dalam
masalah / isu – isu internasional yang lebih baik dibicarakan bersama agar
lebih mudah diselesaikan bersama – sama negara lainnya sebagai bentuk
keterlibatan suatu negara didalam suatu masalah. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa kebijakan negara tersebut bukan hanya untuk mendapatkan
kepentingan nasionalnya saja akan tetapi sebagai ketegasan posisi suatu negara
dalam menghadapi permasalahan internasional.
Salah satu bentuk implementasi politik luar negeri
Indonesia adalah pada saat pendirian organisasi regional Asia Tenggara atau
yang kita kenal sebagai “Association of Southeast Asia Nations”(ASEAN).
Pada era kepemimpinan Presiden Soeharto , Indonesia mengutus Mentri Luar Negeri
Indonesia pada saat itu Adam Malik. Pembentukan ASEAN merupakan salah satu
langkah strategis Indonesia untuk mencapai kepentingan nasionalnya. ASEAN
terbentuk melalui “The ASEAN Declaration” atau “Bangkok Declaration”
yang disepakati di Bangkok pada 8 Agustus 1967 oleh para utusan Menteri Luar
Negeri negara anggota ASEAN antara lain Indonesia oleh Adam Malik , Filipina
oleh Narciso Ramos , Malaysia oleh Tun Abdul Razak , Singapura oleh
S.Rajaratnam , dan Thailand oleh Thanat Khoman.[2]
Indonesia memiliki banyak kepentingan didalam ASEAN yang diperjuangkan serta
ditujukan untuk membangun kemajuan didalam Indonesia sendiri.
Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia akan terus
berlandaskan prinsip bebas dan aktif. Segala kebijakan luar negeri Indonesia
pada dasarnya diabdikan untuk kepentingan nasional Indonesia , begitupun dalam
pelaksanaan politik luar negeri terhadap ASEAN. Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono memiliki peran penting dalam pelaksanaan politik luar negeri
Indonesia di era-nya. Perkembangan peran Indonesia dalam pelaksanaan politik
luar negeri terhadap ASEAN dapat terlihat pada era kepemimpinan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membangun citra Indonesia
di kancah regional khususnya dalam forum ASEAN , dan semua tindakan tersebut
merupakan bentuk pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang ditujukan untuk
kepentingan nasional Indonesia.
1.2 Perumusan
Masalah
Makalah ini memiliki batasan dalam pembahasan yang dibatasi pada era
kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Didalam makalah ini juga akan
membahas perbandingan pelaksanaan politik luar negeri Indonesia antara
kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Megawati Soekarno Putri.
Pembahasan akan lebih konsen pada pelaksanaan politik luar negeri Indonesia
terhadap ASEAN.
Dari latar belakang diatas maka makalah ini
merumuskan permasalahan sebagai berikut :
·
Bagaimana
Pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia Terhadap ASEAN Pada Era Kepemimpinan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?
·
Bagaimana
Perbandingan Pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia Pada Era Presiden
Megawati Soekarno Putri?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia Terhadap ASEAN Pada Era Kepemimpinan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Terpilihnya
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi Presiden ke enam Indonesia menimbulkan
pertanyaan besar terkait pelaksanaan politik luar negeri Indonesia nantinya.
Presiden SBY memiliki keinginan untuk membawa Indonesia menunjukan
eksistensinya di ranah regional. Indonesia yang terletak diantara dua benua
(Asia dan Australia) dan dua samudera (Hindia dan Pasifik) memiliki keuntungan
dalam bidang geopolitik dan geostrategis. Dibawah kepemimpinan Presiden SBY
Indonesia lebih membaur kedalam forum regional terlebih lagi pada ASEAN.
Fenomena bipolar yaitu dimana ada dua kekuatan besar dunia yang dimiliki
Amerika Serikat dan Uni Soviet kini telah berganti menjadi multipolar , dimana
ada banyak potensi kekuatan yang dimiliki banyak negara , bukan hanya Amerika
Serikat ataupun Uni Soviet (Sekarang Rusia). Sejak dicetuskannya
politik luar negeri Indonesia yang “Bebas dan Aktif” oleh Muhammad Hatta pada 2
September 1948, Indonesia berhasilmenempatkan posisinya sebagai negara yang
menjadi subyek ataupun aktor utama yangmampu dalam mengambil
kebijakan-kebijakan strategis berkaitan dengan kepentingan nasional ataupun
konflik dalam kawasan. Melalui politik luar negeri bebas dan aktif pula
Indonesia dapatmemainkan peran yang relatif independen dalam kancah hubungan
internasional. Indonesia berusaha menjadi aktor utama dalam dunia regional
maupun global.
Di
dalam dunia regional Indonesia memiliki posisi strategis untuk mendapatkan
kepentingannya. Politik luar negeri Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden
SBY menapaki ASEAN sebagai pilar utama pelaksanaan politik luar negeri
Indonesia. ASEAN yang menghimpun negara anggota lainnya seperti Thailand ,
Singapura , Filipina , Malaysia , Brunei Darussalam , Myanmar , Laos , Vietnam
, dan Kamboja akan memudahkan Indonesia untuk berhubungan dengan negara –
negara di kawasan Asia Tenggara. Hubungan luar negeri Indonesia terhadap negara
anggota ASEAN menjadi lebih dekat sehingga tidak menutup kemungkinan akan lebih
mudah untuk mencapai kerjasama guna memenuhi tujuan nasional negara.Tujuannasionalbangsa
Indonesia tercantum dalam alenia keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi :
“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruht umpah darah
Indonesia, untuk memajukan kesejahtetaanumum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilansosial”.[3]
Jelas bahwa segala kebijakan luar negeri Indonesia
berdasarkan pada tujuan nasional negara , sehingga dengan masuknya Indonesia
menjadi anggota ASEAN maka diharapkan akan memudahkan Indonesia dalam mencapai
kepentingan serta tujuan nasionalnya.
Presiden SBY selalu mengedepankan politik luar
negeri Indonesia yang bebas dan aktif dan dengan cara itu Presiden SBY
menyatukannya dengan prinsip konstruktifis. Maksudnya adalah politik luar
negeri Indonesia lebih bersifat “soft diplomacy”ataupun tindakan – tindakan
persuasif dan preventif dibandingkan dengan menggunakan cara “hard
diplomacy” yang bagi Indonesia sendiri kurang menguntungkan. Indonesia
mengubah cara pandang terhadap negara – negara dikawasan Asia Tenggara secara
konstruktif dimana lawan menjadi kawan , dan kawan menjadi mitra strategis
Indonesia. Tindakan konfrontasi terhadap Malaysia digantikan dengan kemitraan
strategis dengan Indonesia , sehingga Indonesia pada masa kepemimpinan Presiden
SBY bersikap netral dan bersahabat terhadap negara – negara di kawasan Asia
Tenggara. Presiden SBY juga menerapkan prinsip “Thousand Friends , Zero
Enemy” , Indonesia ingin lebih menghimpun persahabatan dengan negara lain
dan menghindari segala bentuk permusuhan ataupun konfrontasi. Di dalam ASEAN ,
Indonesia secara khusus menerapkan prinsip tersebut yang di dorong oleh
kepentingan nasional Indonesia.
Pada era kepemimpinan SBY politik luar negeri
Indonesia dijalankan dengan berorientasi kepada pembangunan hubungan /
komunitas regional yang lebih komprehensif terutama pada ASEAN. ASEAN sebagai
pilar utama kerjasama Indonesia dengan negara – negara anggota dan negara non
anggota. Dengan merangkul negara – negara anggota ASEAN , Indonesia
mengantisipasi tindakan permusuhan antar negara di kawasan Asia Tenggara , dan
lebih mengusahakan pelembagaan perdamaian. terkait keamanan kawasan pelembagaan
perdamaian tersebut bisa dalam bentuk kerjasama keamanan ataupun “Security
Community” (Komunitas Keamanan). Menurut Karl Deutschs mengenai konsep
komunitas keamanan[4],
Komunitas keamanan pada ASEAN muncul
dengan maksud untuk lebih peduli pada bagaimana cara mengendalikan konflik
bukan pada bagaimana menghilangkan perbedaan di antara negara – negara anggota
yang secara alamiah selalu memiliki perbedaan visi tentang persoalan yang
mereka hadapi bersama.Berbeda dengan aliansi pertahanan ataupun keamanan
kolektif , komunitas keamanan ASEAN tumbuh dari kepentingan dan identitas
bersama diantara negara – negara anggotanya dan bukan karena adanya musuh
bersama dari ASEAN itu sendiri. Komunitas keamanan ASEAN tidak mendukung
penggunaan kekerasan dalam penyelesaian masalah dan menganggap kekerasan
sebagai tindakan yang tidak sah.[5]
Dengan kata lain komunitas keamanan begitupun ASEAN mengusahakan perdamaian
bukan peperangan. Terkait hal tersebut berkenaan dengan politik luar negeri
Indonesia yang menyatakan “Thousand Friends , Zero Enemy” , Indonesia
tidak ingin adanya permusuhan melainkan persahabatan antar negara. ASEAN adalah
gerbang utama menuju pelembagaan perdamaian di kawasan Asia Tenggara. Dengan
adanya perdamaian di kawasan tersebut maka stabilitas keamanan baik regional
maupun nasional akan teracapai. Untuk Indonesia sendiri tentu perdamaian sangat
menguntungkan sebab tidak ada ancaman yang mengganggu jalannya politik domestik
maupun luar negeri Indonesia.
Sejak Orde Baru, Indonesia menempatkan
ASEAN sebagai pilar utama politik luar negeri Indonesia. Setidaknya terdapat
tiga alasan utama yang mendasarikeputusan tersebut. Pertama, Indonesia adalah
salah satu pendiri dan pemrakarsa ASEANsehingga konsekuensi logisnya ASEAN
seharusnya menjadi instrumen politik luar negeriIndonesia. Kedua, ASEAN
merupakan organisasi regional di kawasan Asia Tenggarasehingga Indonesia sudah
seharusnya terlibat aktif dalam ASEAN. Ketiga, ASEAN memilikipotensi yang besar
untuk terlibat dalam arsitektur dan dinamika di kawasan Asia terutama dibidang
politik, ekonomi dan sosial.[6]
Pada Era Reformasi, banyak pihak yang
mempertanyakan tentang relevansipenempatan ASEAN sebagai instrumen politik luar
negeri Indonesia. Hal ini dikarenakanselama lebih dari 40 tahun pendirian ASEAN
sejak 1967, Indonesia seolah-olah tersanderadalam “sangkar emas (golden-cage)”[7]
Maksud dari pernyataan tersebut berkaitan dengan posisi Indonesia yang pada
dasarnya memiliki keuntungan karena strategis akan tetapi belum mampu
memanfaatkan keuntungan tersebut. Indonesia tidak banyak bertindak untuk
memanfaatkan posisi strategis tersebut di kawasan Asia Tenggara terlebih lagi
pada forum ASEAN. Kendati demikian, pemerintahan SBY tetap memandang penting
posisi ASEANsebagai pilar utama politik luar negeri Indonesia. Hal ini tersirat
jelas dari pernyataan MenteriLuar Negeri, Marty Natalegawa dalam pidatonya yang
pertama tentang politik luar negeri
pada
pembukaan Seventh General Conference of the Council for Security Cooperation
in the
Asia-Pacific
(CSCAP) menyatakan bahwa ASEAN akan tetap menjadi
pilar utama dalampolitik luar negeri Indonesia serta merupakan memantapkan
langkah untuk mencapai ASEAN Community.[8]
Pernyataan tersebut menandakan bahwa betapa pentingnya ASEAN bagi Indonesia
sebagai pilar utama dalam mencapai kepentingan nasional Indonesia di kawasan
Asia Tenggara. Pada era kepemimpinan Presiden SBY memang ASEAN merupakan konsen
utama pelaksanaan politik luar negeri Indonesia pada tataran regional.
Dari segi ekonomi dengan menjadikan
ASEAN sebagai pilar utama pelaksanaan politik luar negeri Indonesia khususnya
pada era kepemimpinan Presiden SBY , ada beberapa kepentingan ekonomi yang
tercapai, antara lain ASEAN kini menjadi salah satu kawasanyang cukup dinamis
dalam menggerakan perekonomian global yang tengah menghadapiresesi. Pada 2010,
ASEAN mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 7,5 persen jauh lebihtinggi dari
pertumbuhan ekonomi dunia yang hanya tumbuh 4,8 persen.[9]Secara
keseluruhan,kombinasi GDP negara-negara ASEAN mencapai US$ 1,5 triliun yang
menjadikan ASEANsebagai salah satu area ekonomi terbesar dunia disamping China
dan Jepang. Jumlah totalpenduduk yang mencapai 558 juta jiwa ,jumlah yang jauh lebih
besar dari Amerika Serikatdan Uni Eropa sehingga menjadikan ASEAN sebagai
kawasan dengan potensi pasar tungal yangbesar dengan tenaga kerja serta
kekayaan alam yang akan menjadi basis produksimenjanjikan bagi sejumlah negara.[10]
Kenyataan tersebut menyatakan bahwa betapa menguntungkannya ASEAN dalam
kemajuan ekonomi negara – negara anggotanya termasuk Indonesia terkait
kepentingan nasionalnya. ASEAN mampu menjadi pesaing kawasan lainnya jika saja
terus mengalami perkembangan ekonomi seperti itu. Dan kemajuan ini pastinya
akan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik lagi dalam bidang ekonomi serta
berdampak pada kesejahteraan rakyat Indonesia nantinya.
Pada era kepemimpinan Presiden ,
posisi Indonesia didalam ASEAN dapat dikatakan sebagai “Natural Leader of ASEAN”. Hal demikian terbukti dengan banyaknya
implementasi politik luar negeri Indonesia melalui program kerja ASEAN.
Indonesia mencoba membangun kawasan Asia Tenggara menjadi kawasan yang damai
dan mandiri tanpa harus terpengaruh ataupun menjadi kawasan pengaruh negara –
negara besar (Major Power) seperti Amerika Serikat , China , Jepang , dan
India. Indonesia pada era kepemimpinan Presiden SBY mencoba membangun kawasan
yang kuat dalam berbagai bidang dan bukan menjadi ajang perbutan pengaruh dari
negara besar. Peran Indonesia sangat besar dalam menggerakan kebangkitan ASEAN
dan dengan politik luar negeri bebas aktifnya Indonesia tidak akan memihak pada
satu kekuatan major power melainkan akan merangkul semua negara untuk dijadikan
rekan kemitraan yang pada akhirnya akan mempermudah Indonesia dalam mencapai
kepentingan nasionalnya. Indonesia harus bisa mempertahankan eksistensinya
dalam ASEAN sebagai pemimpin yang menggerakan ASEAN agar terus berusaha menjadi
organisasi kawasan yang mandiri , memajukan ekonomi , menjaga stabilitas
keamanan , serta kesejahteraan.
Pelaksanaan politik luar negeri
Indonesia terhadap ASEAN juga harus sinkron ataupun tidak bertentangan dengan
norma dan prinsip ASEAN. Norma dan prinsip ASEAN bersumber pada perjanjian persahabatan
dan kerjasama (treaty of amity and cooperation) yang ditandatangani pada
pertemuan puncak ASEAN pertama di Bali tahun 1976 , isi dari norma dan prinsip
tersebut antara lain : 1)Saling menghormati kemerdekaan , kedaulatan dan
integritas wilayah semua bangsa , 2)Setiap negara berhak memelihara
keberadaanya dari campur tangan , subversi , kekerasan dari kekuatan luar ,
3)Tidak mencampuri urusan dalam negeri lain , 4)Menyelesaikan perbedaan
pendapat dan pertikaian dengan jalan damai , 5)Menolak ancaman penggunaan
kekerasan. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia terkait norma dan prinsip
ASEAN diatas adalah terlihat dalam beberapa contoh kasus seperti Konflik Laut
China Selatan (LCS) yang melibatkan negara – negara anggota ASEAN seperti
Filipina , Brunei , Vietnam serta Malaysia , dan terkait konflik etnis Rohingya
di Myanmar. Posisi Indonesia di dalam konflik tersebut tidak bisa terlalu
memaksakan kepentingannya sendiri akan tetapi akan berubah pada tataran
kepentingan regional khususnya keberadaan ASEAN.
Politik luar negeri Indonesia
sepanjang tahun 2012 , telah bekerja untuk menciptakan suatu tatanan di kawasan
Asia Tenggara dan juga dalam penguatan serta penghormatan dalam norma dan
prinsip hubungan baik antar negara yang ditujukan bagi pemeliharaan perdamaian
dan keamanan di kawasan Asia Tenggara.[11]Contoh
peran Indonesia pada masalah ini adalah ketika timbul keraguan mengenai
kesamaan pandangan ASEAN terhadap Laut China Selatan , Indonesia bergerak
melalui shuttle diplomacy selama 36 jam untuk mengkonsolidasikan
posisi ASEAN sesuai six-point principles. Selanjutnya, diplomasi
Indonesia mendorong momentum pelaksanaan secara menyeluruh Declaration of
Conduct (DoC) termasuk di dalamnya suatu regional code of conduct
melalui disepakatinya elemen-elemen dasar Code of Conduct (CoC)
termaksud serta pengajuan suatu draft awal CoC.[12]Enam
prinsip utama ini merupakan buah manis shuttle diplomacy yang
dilakukan Menlu Indonesia Marty M. Natalegawa atas arahan Presiden SBY ke
Filipina, Vietnam, Kamboja, dan Singapura. Peran sentral Indonesia tidak dapat
dipisahkan dari keberhasilan tercapainya posisi bersama ASEAN ini.ASEAN’s
Six-Point Principles on the South China Sea secara garis besar menjelaskan
bahwa perserikatan negara Asia Tenggara tersebut mengafirmasi ulang deklarasi
sikap atau declaration of conduct (DoC) terhadap isu Laut China
Selatan. Selain itu, sepuluh negara ASEAN juga mengafirmasi ulang pedoman
deklarasi sikap itu.Poin berikutnya yang dinyatakan adalah urgensi penyelesaian
pembahasan code of conduct (CoC) dan menghargai hukum internasional
yang berlaku, yakni United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS)
1982. Selanjutnya, Menlu ASEAN sepakat melarang penggunaan kekerasan dan
menyelesaikan permasalahan yang terjadi secara damai sesuai UNCLOS 1982.Berikut adalah isi dari
six – point principles on South China Sea
:ASEAN Foreign Ministers reiterate and reaffirm the commitment of ASEAN
Member States to[13]:1)The full implementation of the Declaration on the
Conduct of Parties in the South China Sea (2002);2)The Guidelines for the Implementation of the
Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (2011);3)The early conclusion of a Regional Code of Conduct
in the South China Sea;4)The full respect of the
universally recognized principles of International Law, including the 1982
United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS);5)The continued exercise of self-restraint and
non-use of force by all parties; and6)The
peaceful resolution of disputes, in accordance with universally recognized
principles of International Law, including the 1982 United Nations Convention
on the Law of the Sea (UNCLOS).
Dari penyataan
diatas terlihat bagaimana peran Indonesia terhadap ASEAN terkait permasalahan
konflik Laut China Selatan sangatlah besar. Presiden SBY melalui Mentri Luar
Negerinya berusaha menjadi penggerak dalam penyelesaian konflik ini. Indonesia
tidak ingin konflik ini merusak integrasi dari ASEAN serta mengancam stabilitas
keamanan di kawasan Asia Tenggara. Negara – negara anggota ASEAN yang terlibat
dalam konflik ini akan berhadapan dengan negara China. Indonesia dengan prinsip
politik luar negeri bebas dan aktif berusaha menjadi pihak yang tidak memihak ,
akan tetapi berusaha mendorong dan memfasilitasi penyelesaian konflik didalam
suatu forum. Hal ini juga terkait kepentingan Indonesia terkait isu keamanan
kawasan serta eksistensinya sebagai pemimpin ASEAN. Indonesia terus memberi
perhatian terhadap masalah ini yang juga melibatkan mitra kerjanya sekaligus
anggota ASEAN yang menjadi pilar utama politik luar negeri Indonesia.
Selain konflik
Laut China Selatan , juga terdapat isu kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingya
di Rakhine , Myanmar. Konflik ini menimpa etnis Rohingya , dimana telah terjadi
pelanggaran kemanusiaan yaitu pengusiran etnis Rohingya yang beragama muslim serta
pembunuhan etnis tersebut. Sebagai negara Demokrasi yang menjunjung tinggi Hak
Asasi Manusia , Indonesia harusnya memberikan tindakan langsung terhadap
tindakan ini , begitupun ASEAN yang mewadahi kepentingan negara – negara
anggotanya. Akan tetapi perlu diperhatikan mengenai norma dan prinsip ASEAN dalam ASEAN Charter pasal 2 ayat (2) poin e yang menyatakan
bahwa sesama negara anggota tidak boleh ada saling intervensi. Tentu ini
menjadi penghalang bagi ASEAN untuk menindak lanjuti kasus ini , begitupun
Indonesia sebagai negara yang membawa nilai Demokrasi. Indonesia sebagai negara
yang memiliki penduduk muslim terbesar di kawasan Asia Tenggara pada akhirnya
mendukung Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk melakukan pendekatan terhadap
Myanmar terkait penyelesaian masalah Rohingya. Dukungan dari Indonesia sangat
membantu OKI dalam melakukan pendekatan kepada Myanmar , karena Indonesia
merupakan pemimpin ASEAN sekaligus memiliki diplomasi yang baik terhadap negara
anggota ASEAN lainnya. Terlihat bagimana pelaksanaan politik luar negeri
Indonesia terkait hal kemanusiaan dan pembangunan nilai – nilai demokrasi
kepada Myanmar. Tindakan Indonesia jika dikaitkan dengan kepentingannya adalah
untuk meningkatkan eksistensinya sebagai negara demokrasi serta bagaimana
Indonesia bisa menjadi pengaruh baru dengan membawa nilai – nilai demokrasi di
kawasan Asia Tenggara.
Politik luar negeri Indonesia terhadap ASEAN terkait bidang sosial
budaya antara lain pemberantasan narkoba , peningkatan pendidikan , serta
sektor pariwisata. Akan tetapi mengingat program ASEAN mengenai free trade area
, maka ASEAN akan lebih konsen kepada pemberantasan narkoba. Dibukanya pasar
bebas Asia Tenggara (AFTA) tahun 2003, telah dimanfaatkan oleh pengedar
narkotika untuk mengembangkan pengaruhnya, mengingat di wilayah tersebut
terdapat daerah segitiga emas yaitu Laos, Myanmar dan Thailand, yang merupakan
daerah penghasil dan produsen narkoba yang terbesar di Asia Tenggara.[14]
Posisi ini mengakibatkan terbukanya jalur peredaran sampai ke Asia Pasifik dan
Asia Tenggara. Di samping itu, kondisi politik dan ekonomi yang belum stabil di
negara-negara Asia Tenggara sangat menguntungkan bagi para sindikat narkoba
untuk meningkatkan peredaran dan perdagangan narkotika di kawasan ini karena di
negara-negara tersebut masyarakatnya cenderung akan melakukan apa saja untuk
mendapatkan uang. Hal tersebutlah yang dimanfaatkan oleh pengedar untuk
menjalankan bisnisnya.
Dalam pertemuan ASEAN Summit 2012 yang diselenggarakan di negara
Kamboja pada tanggal 3-4 April para kepala negara anggota menyetujui untuk
bersama-sama memerangi peredaran narkoba di antara negara-negara anggota.
Persetujuan tersebut terlampir lewat sebuah deklarasi yang dirilis dengan judul
“Declaration on Drug-Free ASEAN 2015”.Sebelumnya, deklarasi bersama
untuk ASEAN Bebas Narkoba sudah pernah ditandatangani oleh para Menteri Luar
Negeri ASEAN di Manila pada 25 Juli 1998 dan AMM ke-33 di Bangkok pada Juli
2000 lalu, guna mempercepat realisasi Bebas Narkoba ASEAN dari 2020 ke 2015 dan
juga mengenai pemberantasan rencana produksi obat terlarang, perdagangan
manusia, dan penggunaannyasejak 2009-2015, dan Deklarasi Bali pada
Komunitas ASEAN dalam Bali Concord III, dan ASEAN Security Community
Blueprint pada 2015.
Melalui
deklarasi tersebut, para pemimpin negara-negara tersebut juga setuju dan siap
untuk berdiskusi mengenai peredaran narkoba. Selain itu, mereka juga sepakat
untuk melanjutkan deklarasi ini dengan hal-hal teknis pada tingkat kementerian
untuk menghasilkan sebuah rancangan yang berhubungan dengan pemberantasan
peredaran narkotika.
Untuk
menindaklanjuti deklarasi tersebut, maka diadakan pertemuan Special ASEAN
Ministerial Meeting on Drug Matters untuk mendorong dan merealisasikan
tercapainya kawasan ASEAN yang bebas narkoba tahun 2015, dihadiri oleh
wakil-wakil tingkat menteri yang menangani isu narkotika dan ASEAN
Secretariat, dan hasil pertemuannya akan ditindaklanjuti pada pertemuan 33rdASEAN
Senior Official Meeting on Drugs (ASOD) di Kuala Lumpur, Malaysia pada
tanggal 25-27 September 2012.[15]
Pokok-pokok yang disampaikan oleh
Delegasi RI dalam pertemuan tersebut adalah[16]:
- Indonesia menekankan agar Special ASEAN Ministerial Meeting on Drug Matters dapat memberikan dorongan kuat bagi semua negara anggota, khususnya sectoral bodies di bidang narkotika untuk lebih efektif dan berhasil dalam upaya mencapai Drug Free ASEAN 2015.
- Pentingnya perlindungan kaum muda ASEAN terhadap bahaya narkotika melalui kerja sama nyata antara anggota ASEAN dan mitra wicara, melalui sharing of information, joint cooperation, controlled deliveries, transfer the knowledge and alternative development and implementing comprehensive drug demand reduction.
Dari
pemaparan diatas dapat dilihat bagaimana pelaksanaan politik luar negeri
Indonesia pada era kepemimpinan Presiden SBY yang sangat memiliki peran
terhadap ASEAN. ASEAN yang menjadi pilar utama kerjasama Indonesia terhadap
negara – negara di kawasan Asia Tenggara. Pelaksanaan politik luar negeri
Indonesia diimplementasikan dalam bentuk hubungan luar negeri dengan organisasi
regional ASEAN. Tentu segala pelaksanaan politik luar negeri Indonesia
diabdikan kepada kepentingan dan tujuan nasional Indonesia yang terdapat pada
pembukaan UUD 1945 alinea 4. Indonesia berperan aktif dalam ASEAN dan
pergerakan politik luar negeri Indonesia sesuai dengan prinsip politik luar
negeri bebas dan aktif. Presiden SBY yang lebih menekankan prinsip “Thousand Friends , Zero Enemy” ,
berusaha menghindari segala bentuk permusuhan antar negara dan mengajak negara
– negara lainnya untuk bekerjasama dalam berbagai bidang guna mencapai
kepentingan nasional Indonesia itu sendiri. Presiden SBY telah membawa
Indonesia melalui politik luar negeri bebas dan aktif untuk bisa mencapai
kepentingan nasional di kancah regional khususnya dalam ASEAN. Politik luar
negeri Indonesia tidaklah statis akan tetapi dinamis , hal tersebut terlihat
dari perkembangan kerjasama dengan ASEAN. Politik luar negeri Indonesia
tidaklah bersifat konservatif , maksudnya adalah hanya mempertahankan kerjasama
yang sudah ada tanpa melakukan pengembangan lagi. Politik luar negeri pada era kepemimpinan Presiden
SBY, lebih terfokus pada pemulihan nama baik Indonesia serta peningkatan peran
diplomasi Indonesia di organisasi Internasional khususnya ASEAN mengenai
berbagai isu-isu internasional. Konsep yang dibawa oleh Presiden SBY terkait
pelaksanaan politik luar negerinya bukan lagi mengenai “mendayung diantara dua
karang” oleh sebab telah runtuhnya Uni Soviet sebagai kekuatan besar dunia ,
dan Presiden SBY membawa konsep baru mengenai “Navigating a turbulent ocean” atau “mengarungi samudera yang
bergolak”. Hal ini berarti Indonesia telah berada pada situasi dimana dunia
mengalami banyak perubahan terkait masalah global , munculnya kekuatan –
kekuatan baru dari negara lain , serta mengenai interdependensi antar negara.
2.2 Perbandingan
Pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia Pada Era Presiden Megawati Soekarno
Putri
Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia mengalami
banyak sekali dinamika. Sebelum Presiden SBY menduduki jabatannya sebagai
Presiden Indonesia , terlebih dahulu terdapat Presiden wanita Indonesia yang
bernama Megawati Soekarno Putri. Perbedaan pelaksanaan politik luar negeri
Indonesia antara Presiden SBY dan Megawati terlihat dari ruang lingkup
kerjasamanya. Presiden SBY yang cenderung membangun hubungan komprehensif
dengan negara – negara di kawasan Asia Tenggara serta ASEAN , sedangkan
Presiden Megawati lebih condong mengarahkan hubungannya ke “kanan” yaitu
Amerika Serikat. Hubungan Indonesia dan Amerika Serikat pada saat itu dibangun
dalam bidang keamanan. Peristiwa runtuhnya Gedung World Trade Center (WTC) oleh
aksi terorisme mendorong kerjasama antara Indonesia dan Amerika Serikat untuk
bersama menjadi mitra pemberantasan terorisme (war of terrorism). Kerjasama bilateral yang dilakukan oleh
Indonesia dan Amerika Serikat dalam bentuk dialog keamanan , pelatihan serta
pendidikan militer , dan juga dengan kerjasama di bidang keamanan ini khususnya
terorisme , Indonesia merancang perpu anti terorisme dan yang kemudian disahkan
menjadi UU anti terorisme. Pada tingkat regional masih terkait masalah
terorisme , Indonesia memprakarsai kerjasama ASEAN melalui ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime (AMMTC) deklarasi
KTT VII ASEAN tentang tindakan bersama melawan terorisme , dan kerjasama
intelijen ASEAN.[17]
Pelaksanaan politik luar negeri pada era Presiden Megawati ditujukan pada
kepentingan keamanan Indonesia dengan membentuk kerjasama bilateral dalam
bidang pemberantasan terorisme dengan Amerika Serikat. Berbeda dengan era
kepemimpinan Presiden SBY yang lebih menggunakan ASEAN sebagai pilar utama
pelaksanaan politik luar negeri Indonesia untuk mencapai kepentingan nasional
Indonesia. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia pada era Presiden SBY
mengalami banyak perkembangan sejak peninggalan kepemimpinan Presiden Megawati.
Politik luar negeri Indonesia pada era kepemimpinan Presiden SBY diimplementasi
dalam berbagai bidang kerjasama dengan ASEAN , dan pada era kepemimpinan
Presiden Megawati lebih condong bekerjasama dengan negara anggota ASEAN dan
Amerika Serikat dalam pemberantasan terorisme.Sehingga dengan adanya
perkembangan ini dapat dikatakan bahwa politik luar negeri Indonesia tidaklah
statis melainkan dinamis sesuai dengan perkembangan hubungan internasional yang
ada.
Pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif
Indonesia selalu diabdikan pada kepentingan nasional Indonesia , apapun bentuk
kerjasamanya dan dengan negara manapun. Kepentingan nasional Indonesia yang
menggerakan segala hubungan kerjasama ataupun hubungan luar negeri Indonesia
sebagai negara berdaulat. Pada era kepemimpinan Presiden Megawati , pelaksanaan
politik luar negeri Indonesia diabdikan pada kepentingan keamanan nasional
Indonesia , sedangkan pada era kepemimpinan Presiden SBY politik luar negeri
Indonesia diabdikan pada berbagai kepentingan seperti keamanan , ekonomi ,
sosial budaya. Dengan kata lain pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang
bebas aktif ini tidaklah statis , dan selalu dinamis mengikuti perkembangan
jaman serta kebutuhan nasional dari negara itu sendiri.
BAB
III
KESIMPULAN
Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia akan
selalu diabdikan kepada kepentingan nasional negara di dalam semua era
kepemimpinan Presiden. Pada era kepemimpinan Presiden SBY , pelaksanaan politik
luar negeri Indonesia berdasarkan pada motto “Thousand Friends , Zero Enemy” , yang dielaborasikan pada konsep
konstruktivis dimana lawan menjadi kawan , dan kawan menjadi mitra kerja yang
komprehensif. Pelaksanaan politik luar negeri di era kepemimpinan Presiden SBY
lebih kepada pembangunan mitra kerja di kawasan Asia Tenggara , khususnya pada
ASEAN. ASEAN merupakan pilar utama Indonesia dalam pelaksanaan politik luar
negeri. Indonesia yang berperan sebagai pemimpin ASEAN menggerakan banyak
program kerjasama di berbagai bidang seperti bidang keamanan , ekonomi , dan
sosial budaya. Pada era kepemimpinan Presiden SBY , pelaksanaan politik luar
negeri Indonesia mengalami perkembangan pesat dari era kepemimpinan sebelumnya
yaitu pada era Presiden Megawati Soekarno Putri. Pada era kepemimpinan Presiden
Megawati , pelaksanaan politik luar negeri Indonesia lebih condong kepada
kerjasama bilateral dengan Amerika Serikat dalam pemberantasan terorisme. Pada
kancah regional Presiden Megawati menggagas kerjasama dengan negara – negara
anggota ASEAN dalam pemberantasan terorisme. Baik pada era kepemimpinan
Presiden SBY maupun Megawati , pelaksanaan politik luar negeri Indonesia
dilakukan untuk mencapai tujuan nasional Indonesia. Pelaksanaan Politik luar
negeri Indonesia terhadap ASEAN sangatlah kompleks terlihat dari berbagai macam
kerjasama dan peran Indonesia sangatlah besar dalam merangkul negara – negara
anggota ASEAN serta dalam menjaga eksistensi ASEAN.
Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia di era
kepemimpinan Presiden SBY tetap pada prinsip bebas dan aktif. Pelaksanaan
politik luar negeri Indonesia pada dasarnya selalu berkembang dan dinamis
sesuai dengan perkembangan hubungan Internasional. Indonesia lebih mengutamakan
penerapan soft diplomacy dibandingkan
dengan penggunaan hard diplomacy.
Indonesia berhasil merangkul negara – negara anggota ASEAN untuk menyelesaikan
masalah dengan cara diplomacy tanpa harus melakukan intervensi antar negara.
Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia juga menghormati norma dan prinsip
utama ASEAN sehingga dalam pelaksanaannya tidak terjadi resistensi dari negara
lain serta Indonesia juga dapat memperjuangkan kepentingan nasionalnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Sumber Buku :
Budiardjo , Miriam.
2008 , Dasar – dasar Ilmu Politik ,
Jakarta , Penerbit PT. Gramedia.
Deutsch, Karl W,”Security
Community,” dalam James Rosenau (ed.),International Politics and Foreign
Policy, New York : Free Press,1961
Djafar, Zainuddin.
‘Politik Luar Negeri Indonesia: Pantulan dari ‘Weak State’ dan MasaTransisi
yang Berkepanjangan’, Minor Major Issues: Tantangan bagi PemerintahBaru, Global
Jurnal Politik Internasional. Vol.7 No.1 (November 2004).
H.I,
A. Rahman. 2007 , Sistem Politik
Indonesia , Jakarta , Penerbit Graha Ilmu.
Pribadi
, Totok , dkk. 2010 , Sistem Politik
Indonesia , Jakarta , Penerbit Universitas Terbuka
Wirajuda, Hassan. 2005,
‘Desain Baru Politik Luar Negeri Indonesia’, Analisis CSIS, Vol.
34, No.
3.
Wuryandari, Ganewati, dkk (ed).
2008. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran PolitikDomestik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2008).
Website :
www.asean.org
www.kompas.com
Journal/Newspaper:
[1].Jack C Plano & Ray
Olton, International Relations Dictionary (New York Holt, Rinehart
& Winston, 1969), hlm. 127.
[2].http://www.asean.org/asean/about-asean/history.
[3]. Pembukaan Undang –
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 , Alinea keempat.
[4].Karl W.Deutsch,”Security
Community,” dalam James Rosenau (ed.),International Politics and Foreign
Policy, New York : Free Press,1961,hlm.98
[5].Amitav
Acharya,Constructing a Security Community in Southeast Asia : ASEAN and the
problems of regional order , London and New York : Routledge,2001,hlm.1.
[6].CSIS, Seminar
“Kaji Ulang ASEAN sebagai Sokoguru Politik Luar Negeri Indonesia”, http://www.csis.or.id/SeminarEventDetailPast.php?id=227.
[8].
Remarks by H.E. Dr. Marty Natalegawa, Foreign Minister of the Republic of
Indonesia on the Occasion of the 7th GeneralConference of the Council for
Security Cooperation in the Asia Pasific, Jakarta, 16 Oktober 2009,http://www.cscap.org/uploads/docs/General%20Conf%20Reports/7GenConfMinisters%20Remarks.pdf
[10].
Caroline Sinulingga, ‘The Economic Integration of ASEAN: An Assessment’, The
President Post, 25 Desember 2009, hlm. 3,
http://www.thepresidentpost.com/wp-content/uploads/2011/11/TPP-06th-Edition.pdf.
[11].http://www.setkab.go.id/berita-6893-sepanjang-2012-indonesia-bekerja-keras-jaga-stabilitas-keamanan-kawasan.html
, jumat 4 Januari 2013, (diakses pada 15 Juni 2013).
[12].ibid
[13]The ASEAN Foreign Ministers resolve to intensify
ASEAN consultations in the advancement of the above principles, consistent with
the Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (1976) and the ASEAN Charter
(2008). (DPOK/(Diadaptasi dari Kementerian Luar Negeri)
[14].
http://apdforum.com/id/article/rmiap/articles/online/features/2013/06/13/golden-triangle-drugs
, 13 Juni 2013 ,(Diakses pada 15 Juni 2013)
[15]. http://www.setkab.go.id/artikel-5850-.html
, 12 September 2012 ,(Diakses pada 15 Juni 2013)
[16].ibid
[17]. Pribadi , Totok , dkk. 2010
, Sistem Politik Indonesia , Jakarta
, Penerbit Universitas Terbuka , modul 9 , 9.35 – 9.37.