Fenomena Sosial “Pengemis”
Pengemis adalah fenomena sosial yang mulai dipandang sebagai
masalah serius, terutama dengan semakin banyaknya permasalahan sosial ekonomi
dan politik yang ditimbulkannya. Modernisasi dan industrialisasi sering kali dituding
sebagai pemicu, diantara beberapa pemicu yang lain, perkembangan daerah
perkotaan secara pesat mengundang terjadinya urbanisasi dan kemudian
komunitas-komunitas kumuh atau daerah kumuh yang identik dengan kemiskinan
perkotaan.
Apa
Alasan Seseorang Menjadi Pengemis
Pengemis adalah orang-orang yang
mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan pelbagai cara
dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Masalah
pengemis adalah masalah yang pelik. Ia tidak bisa dilihat hanya dari satu sudut
pandang. Masalah pengemis, pengamen, dll., merupakan masalah dari berbagai
aspek, seperti politik, sosial, dan ekonomi. Tergantung dari kacamata mana kita
memandangnya.Banyak alasan yang mendasari seseorang atau sekelompok orang
terjun menjadi pengemis.
Indonesia merupakan negara berkembang ‘identik dengan
‘kemiskinan’. Jadi masih mengandung kemiskinan dimana-mana, baik di kota maupun
di desa. Kita dapat melihat di setiap kota pasti ada daerah yang perumahannya
berhimpitan satu dengan yang lain, banyaknya pengamen, pengemis, anak jalanan
dan masih banyak lagi keadaan yang dapat menggambarkan ‘masyarakat miskin
perkotaan’. Bahkan di malam hari banyak orang-orang tertentu yang tidur di
emperan toko pinggir jalan. Kondisi demikian sangat memprihatinkan dan harus
segera di atasi.
Salah satu hal kecil yang bisa kita lakukan untuk membantu
anak-anak kecil yang bekerja sebagai pengamen cilik, pedagang asongan,
pengemis, dan lain sebagainya di jalanan adalah dengan tidak memberi mereka
uang serta memberi tahu orang lain untuk tidak memberi juga walaupun merasa
sangat kasihan.Apabila tidak ada satu orang pun yang memberi mereka uang, maka
anak-anak jalanan tersebut tidak akan ada. Alangkah lebih baik jika uang
tersebut kita kumpulkan untuk membantu biaya pendidikan mereka daripada kita
membantu biaya foya-foya preman yang mempekerjapaksa anak di bawah umur, biaya
hidup orangtua yang memaksa anaknya bekerja di jalan sedangkan mereka hanya
melihat dari jauh, dan lain sebagainya. Jika mereka terbiasa mendapat uang
mudah dari bekerja di jalan, maka mereka setelah besar / dewasa kelak akan
tetap menjadi pekerja jalanan.
Bagaimana Cara Pemerintah Dalam
Mengatasi Pengemis Yang Belakangan Mulai Marak
Adakah korelasi antara Pengemis dan Jati Diri Bangsa, Tentu
keduanya punya hubungan yang saling terkait. Pengemis bisa dikatakan kegiatan
yang dilarang oleh agama. Bagaimanapun juga tangan diatas lebih baik daripada
tangan dibawah. Dan kita harus menghindari semaksimal mungkin kegiatan mengemis
ini demi Mengembalikan Jati Diri Bangs Untuk membatasi perilaku mengemis,
masyarakat juga ikut dihimbau untuk tidak memberikan sedekah sembarangan. Jika
ingin bersedekah, masyarakat diminta untuk menyalurkannya ke orang yang pantas
menerimanya.
Harus diakui bahwa keberadaan Pengemis dan Pengamen adalah
masalah sosial. Dan masalah Pengemis adalah domain pemerintah, baik pemda,
pemkot, maupun pemerintah pusat serta tanggung jawab kita bersama. Pemerintah
melalui Departemen Sosial (Depsos) sejatinya telah melakukan penanganan Pengemis.
Pengemis telah diberikan bekal pendidikan ketrampilan dan tempat tinggal di
panti sosial dengan harapan agar mereka tidak lagi turun ke jalan untuk
mengemis. Namun, lantaran sulit mendapat kerja, Pengemis yang telah diberi
pembinaan itu kembali lagi harus mengemis.
Soal mengemis ini memang erat kaitannya dengan soal
kemiskinan dan ketersediaan lapangan pekerjaan.Mayoritas memang demikian
halnya, walau dalam beberapa kasus tidak semata-mata hanya soal kemiskinan
saja. Bahkan, dalam dalam beberapa kasus tertentu, bahkan ada kaitannya dengan
soal budaya tradisi.
Pengemis menjadi sebuah profesi yang menghasilkan banyak
keuntungan. Ada yang sehari bisa mendapatkan uang kotor lebih dari Rp. 50 ribu
bahkan Rp.100 ribu. Menurut sebuah penelitian di Malang,dalam waktu sehari,
jumlah uang receh yang beredar mencapai Rp. 1 milyar!
Dana yang disediakan untuk mengatasi kemiskinan sendiri
disalurkan oleh pemerintah melalui beberapa program seperti Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Sejak 2007, anggaran Bantuan Langsung
Masyarakat (BLM) diluncurkan sekitar Rp0,5-1,5 miliar per kecamatan dan
diupayakan naik menjadi Rp3 miliar sejak 2008. Da harus diakui bahwa program
tersebut-pun masih pro-kontra dan bahkan bisa dibilang kurang berhasil
menangani masalah Pengemis yang masih banyak jumlahnya. Persoalan Pengemis ini
juga bukan hanya monopoli urusannya Negara Indonesia saja.Di beberapa negara
makmur dan negara maju juga mempunyai masalah yang serupa. Amerika Serikat,
Australia, bahkan Arab Saudia juga mempunyai masalah yang serupa.
Di USA, pernyataan departemen tenaga kerja AS pada bulan
April menyatakan terdapat sebanyak enam juta orang yang menerima tunjangan
pengangguran yang notabene kemungkinan besar juga berprofesi sebagai pengemis.
Berdasarkan sensus 2006, Kantor Statistik Australia mencatat ada 27.374 tuna
wisma di New South Wales (NSW) yang kemungkinan besar juga berprofesi sebagai
Pengemis. Sedangkan di Saudi, Berdasarkan laporan tahunan terbaru dari
Kementerian Sosial, ada 5.207 pengemis Saudi di kerajaan itu, dan 21.136
pengemis yang bukan orang Saudi. Jumlah totalnya menurun dibandingkan tahun
lalu yang berjumlah 30.008.
Untuk membatasi perilaku mengemis, masyarakat juga ikut
diimbau untuk tidak memberikan sedekah sembarangan. Jika ingin bersedekah,
masyarakat diminta untuk menyalurkannya ke orang yang pantas menerimanya.
Sebagian besar masyarakat tidak menyukai pengemis mereka
merasa bahwa pengemis itu hanya mengganggu mereka atau merugikan, karena mereka
harus memberi sebagian uang mereka untuk pengemis dimana jika tidak diberi ada
sebagian pengemis yang tidak beranjak pergi. Di kafe-kafe atau kos-kos, dan
toko atau institusi pendidikan misalnya kampus sering terpampang slogan atau
tulisan yang intinya tidak melayani sumbangan dalam bentuk apapun. Sekalipun
tidak ada tulisan tersebut, kebanyakan masyarakat begitu mengetahui ada
pengemis mereka langsung menghidar atau pura-pura tidak tahu dan kalaupun
terpaksa harus bertemu orang tersebut tidak akan memberinya uang atau tetap
memberi tetapi dengan perasaan kesal, tidak ikhlas.
Bila kita berniat untuk sedekah, ada
baiknya sedekah itu disalurkan melalui Bazis (Badan Amil, Zakat, Infak, dan
Shadaqah), meski jumlahnya sangat sedikit. Menyalurkan sedekah lewat lembaga
amal lebih aman daripada memberi di jalanan. Selain itu, lembaga ini akan
memberikan sedekah pada orang yang berhak dan tepat sasaran, sehingga tidak
perlu khawatir akan adanya penyelewengan.